KPU Sulsel Menjawab Tuduhan Pemilih Tidak Menandatangani Daftar Hadir dan Menyatakan Proses Pemilihan Berjalan Sesuai Aturan |
Tuduhan tersebut diajukan oleh pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel Nomor Urut 1, Moh Ramdhan Pomanto dan Azhar Arsyad, dalam perkara sengketa pilkada dengan nomor 257/PHPU.GUB-XXIII/2025. Dalam sidangnya, Hifdzil Alim menyatakan, "Dalil pemohon mengenai manipulasi daftar hadir pemilih tetap secara masif di Sulsel adalah tidak benar. Termohon (KPU Sulsel) tidak pernah melakukan manipulasi dalam bentuk apa pun."
Dalam sidang tersebut, Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menanyakan KPU Sulsel mengenai dugaan banyaknya pemilih yang hadir di tempat pemungutan suara (TPS) tetapi tidak menandatangani daftar hadir. Hakim Konstitusi Arsul Sani juga menyoroti hal yang sama, mengkhawatirkan bahwa banyaknya daftar hadir yang tidak ditandatangani dapat menjadi celah bagi pemilih untuk mencoblos lebih dari sekali.
Menanggapi hal ini, Hifdzil menjelaskan bahwa sejumlah pemilih yang tidak menandatangani daftar hadir biasanya disebabkan oleh situasi terburu-buru. "Memang yang disampaikan oleh KPPS adalah pemilih datang dan ingin cepat-cepat mencoblos," ujarnya. Ia menekankan bahwa meskipun pemilih tidak menandatangani daftar hadir, mereka tetap mencelupkan jari ke dalam tinta, sehingga identitas pemilih yang telah memberikan suara dapat diketahui.
KPU Sulsel juga membantah tuduhan yang menyatakan bahwa formulir C Pemberitahuan tidak didistribusikan kepada pemilih. Hifdzil menegaskan bahwa formulir tersebut telah didistribusikan, meskipun ada pemilih yang sudah meninggal, pindah alamat, atau tidak dikenal. Berdasarkan penjelasan ini, KPU Sulsel meminta MK untuk menolak permohonan Ramdhan-Azhar dan mengesahkan Keputusan KPU Provinsi Sulsel Nomor 3119 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel.
Sebelumnya, dalam sidang perdana yang digelar pada 9 Januari 2025, pasangan Ramdhan-Azhar menyampaikan bahwa KPU Sulsel telah memanipulasi daftar hadir pemilih secara masif, terutama di 32 kelurahan dan 15 kecamatan di Kota Makassar. Mereka mengklaim memiliki bukti yang kuat, termasuk perbedaan tanda tangan pemilih antara KTP dan daftar hadir, serta pengakuan petugas KPPS yang menandatangani seluruh daftar hadir.
Pasangan Ramdhan-Azhar juga mendalilkan adanya praktik nepotisme dan kolusi dalam Pilkada Sulsel 2024, serta keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) dalam mendukung pasangan calon Nomor Urut 2, Andi Sudirman Sulaiman dan Fatmawati Rusdi. Mereka meminta MK untuk mendiskualifikasi pasangan calon tersebut serta membatalkan Keputusan KPU Sulsel yang mengakui perolehan suara Andi Sudirman-Fatmawati.
Dalam pemilihan tersebut, KPU Sulsel sebelumnya menetapkan pasangan Andi Sudirman-Fatmawati memperoleh suara terbanyak, yaitu 3.014.255 suara, sementara Ramdhan-Azhar mendapatkan 1.600.029 suara.
Dengan berbagai tuduhan dan bantahan yang muncul, semua pihak berharap agar MK dapat memberikan keputusan yang adil dan transparan dalam sengketa pilkada ini. Keputusan MK diharapkan dapat menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi di Sulawesi Selatan.
Tim Redaksi
0 Komentar